Minggu, 16 Agustus 2015

Mohon Doanya

Akhirnya nulis juga ya? Tulisan ini juga dimuat di tumblr.


Malam yang lalu, aku bermaksud keluar dari tenda sambil membawa hp untuk penerangan sebelum aku menemukan sebuah SMS dari Mamah.
.
“Nak, WA gak jalan ya? Mau ngabari, Ammi Yusuf meninggal tadi jam setengah sembilanan, setelah sampe ke RS Bogor.”
.
Ammi Yusuf itu adiknya ayahku, ‘Ammi’ itu artinya paman, bahasa Arab.
.
Pamanku ini emang udah cukup lama sakit, sampe pindah-pindah rumah sakit. Rumah sakit terakhir yang aku tahu itu di Lembang, tapi mungkin karena kondisinya kritis banget mau dibawa lagi ke rumah sakit Bogor, karena keluarganya emang di situ semua.

Aku merasa seperti … tertampar?

Kalau ditanya, Ammi Yusuf orangnya seperti apa? Aku akan menjawab jujur, aku tidak tahu.
Sering kali aku merasa jahat–mungkin lebih tepatnya kurang enak di hati–ketika aku hanya mengunjungi dan bersilaturahim dengan keluarga, terutama keluarga ayahku, ketika lebaran saja. Tetapi dengan sombongnya aku menepis pikran itu dengan kalimat “ah setidaknya aku sudah bersilaturahim walaupun hanya satu tahun sekali.”

Aku sok-sokan tidak memiliki banyak waktu untuk mengenal keluargaku di Bogor, keluarga dari ayahku. Padahal jika terhitung sudah berapa kali aku menolak ikut ayahku pergi ke Bogor dengan dalih ‘males’?

Aku mengenal keluarga ayahku, kebanyakan, hanya sekadar sopan santun ketika bertamu saja. Kurasa semua orang bertamu dan tuan rumah akan saling melempar senyum sambil memberi banyak makanan kecil (terutama saat lebaran) dan air mineral/teh, disertai perbincangan ringan. Kebanyakan yang aku kenal dari kakak ayahku hanya itu.

Kini, ketika adik ayahku meninggal aku merasa menyesal luar biasa. Mengapa aku tidak tertarik untuk mengenal keluargaku sendiri? Dengan alasan manis ‘ingin silaturahmi’, aku mengikuti acara-acara dari SMA dan Kampus yang pada saat yang sama aku tidak berusaha menjalin silaturahmi lebih dekat dengan keluargaku sendiri.

Aku tidak menyalahkan acara-acara itu, aku menyalahkan diriku sendiri yang terlalu malas untuk memperhatikan prioritas.

Sesudah membaca SMS ibuku rasanya aku ingin langsung terjun ke rumah dan ikut pergi ke Bogor bersama orang tua dan kakak-kakakku. Namun sayang aku baru membaca sms itu jam setengah duabelas malam dan sedang berada di tempat yang sangat tertutup dari angkutan umum.
Aku merasa menjadi orang yang tidak baik–sudah saat masih hidup malas bersilaturahmi, saat meninggal pun tidak melayat?

Kecewa dan menyesal terlalu berlarut-larut tidak baik, aku tahu. Aku hanya kesal pada diriku sendiri, butuh berapa peringatan dari Allah hingga aku mengetahui dan mengamalkan betapa pentingnya silaturahmi dan menjaga hubungan baik?

Sesiapapun yang membaca ini, tolong turut mendoakan Ammi Yusuf ya. Allahummaghfirlahu