Jumat, 21 Agustus 2015

Habis Nonton Battle of Surabaya

(Spoiler Alert)

Habis nonton bareng Bang Satria, nonton jam 20.40. Baru aja selesai.



Kesan pertama di beberapa menit awal itu "wow". Ini "pembukaan". sama sih kaya film biasanya.
Latarnya di jawa timur di tahun sekitar 1947-an. Yang terlintas di kepala pertama kali adalah, "Ini kaya film dancow" (tau kan?), Cuman lebih advance dan lebih panjang. Nama tokoh utamanya adalah Musa, disuarai oleh Ian Saybani. Temannya bernama Yumna, disuarai oleh Maudy Ayunda (dan mungkin ini jadi nilai tambahnya, #apasih). Film ini bercerita tentang kisah masa muda Musa sebagai kurir republik di tengah-tengah pecahnya perang dan agresi militer.

Mulai dari kekurangannya. Film ini, secara menyeluruh, memiliki alur yang jelas, namun terlalu naik turun. Perpindahan latar terkadang terjadi terlalu tergesa, dan seringkali malah seperti ditarik-ulur. Cerita di saat Yumna dicurigai sebagai kelompok Kipas Hitam sudah bisa kutebak dari awal. Begitu pula Mas Danu yang sama-sama bagian dari Kipas Hitam. Pun dengan adegan dimana banyak teman Musa yang terbunuh, sudah bisa ditebak.

Filmnya sedikit terlalu moody. (Apa karena ada Maudy Ayundanya? #gajelas) Mungkin sutradara ingin membuat setiap segmennya berharga dan membawanya lewat suasana. Tapi yang jelas rada aneh ngeliat bagian di saat Musa dan Yumna lagi berduaan dan tiba-tiba ganti klip jadi ke cuplikan mobil perang yang berisik, lalu tiba-tiba balik lagi ke klip mereka berdua.

Namun secara umum, filmnya menarik. Banyak trik di sana-sini. Sutradaranya juga tau dimana tempat emosi dikembangkan. Tiap tokohnya punya jiwa tersendiri dan seakan berperan sebagai tokoh yang kita impi-impikan waktu kecil dulu untuk ada di layar lebar. Mas Danu sebagai tokoh kokoh yang hebat. Pak Yoshimura sebagai Saudagar Jepang yang baik. Semuanya memiliki peran yang handal di ceritanya.

Battle of Surabaya juga dilatari oleh musik yang cukup orisinil dan ke-Indonesiaan. Pada berbagai segmen, musik-musiknya bisa benar-benar mengambil alih suasana dan menjadi kekuatan utama adegannya.

Film ini cukup baik dalam memperlihatkan kenyataan pahit dari peperangan. Bahkan, kata-kata Ibunda Musa (yang dijadikan tagline filmnya) adalah, "Tidak ada kemenangan dalam perang." Ini mengisyaratkan perdamaian. Bahwa perang selalu menjadi jalan terburuk dalam mencari perdamaian.

Yang lain lagi adalah bahwa film ini sangat menunjukan sisi islam Indonesia. Film ini memperlihatkan bahwa semangat berjuang para pemuda jaman dulu didasari kepada jihad dan semangat membela tanah air. Banyak sekali ditunjukkan dengan nilai-nilai islam yang ada di film ini.

Daaan,
ada satu hal yang paling menarik, yang paling penting, yang ingin aku sampaikan kepada kalian. Bung Tomo, pada salah satu cuplikan film, berkata kurang lebih seperti ini, "Kita adalah kaum ekstrimis. Kita memberontak dan akan membiarkan Indonesia basah berlumuran darah serta tenggelam ke dasar samudera daripada melihatnya diambil tangan-tangan penjajah."

Bung Tomo mengungkapkan bahwa Para pejuang adalah kaum ekstrimis. Dan mereka memperjuangkan kemerdekaan. Oleh karena itu, kita tidak perlu khawatir jika kita dianggap ekstrimis oleh orang lain. Sejak dulu kita memang ekstrimis. Haha.

Mungkin untuk hikmah-hikmah lainnya, kalian harus nonton sendiri walaupun sebenarnya filmnhya rada gajelas. Bakalan selalu ada hikmah yang bisa diambil kok. TInggal kita yang harus penasaran mencarinya.

Sekian, selamat tidur nyenyak (karena aku nulis ini sampe jam setengah dua belas malem).
Barakallahu lii wa lakuum.
Allahu Akbar